<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d12082299\x26blogName\x3dKliping+Media+Masa\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://klipingpribadi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://klipingpribadi.blogspot.com/\x26vt\x3d4005961820355348538', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Google  
Web    Images    GroupsNew!    News    Froogle    more »
  Advanced Search
  Preferences    
 Web Results 1 - 10 for Kliping Media Masa[definition].  
 
    
« Home

Posts

Top quality medicines for the best prices
Download our Casino and Win
Msg me asap
Re: Thank you, we are accepting your company busin...
perfectly crafted exclusive watches rolex
Some of the most competitive rates available
4 girls from our site want to meet you
exclusive watches, lowest prices possible rolex
ytre|y
Your order
 
     Archives
October 1987
February 1999
December 1999
January 2000
February 2000
June 2000
October 2000
December 2000
January 2001
February 2001
March 2001
July 2001
August 2001
January 2002
April 2002
June 2002
January 2003
February 2003
June 2003
July 2003
September 2003
October 2003
January 2004
May 2004
September 2004
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
May 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
May 2007
June 2007
July 2007
August 2007
September 2007
October 2007
November 2007
January 2008
 
     Links
Indonesia
English
Bebas Finansial?

050312-Fokus Kompas: Kasus Ambalat

Indeks Fokus di: http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0503/12/fokus/index.htm

Ketika OKB Berulah di Kampung
Kompas 12 Maret 2005

AKHIRNYA Pemerintah RI-Malaysia sepakat mengambil langkah damai untuk menyelesaikan masalah perbatasan laut, khususnya di Laut Sulawesi (blok Ambalat) yang telah menimbulkan ketegangan belakangan ini. Namun, di tengah upaya diplomasi itu, kapal-kapal Malaysia terdeteksi di sekitar kawasan perairan Karang Unarang dan Ambalat, Kalimantan Timur. "Unarang letaknya jauh dari Sabah, jauh dari Sipadan dan masih dalam batas 12 mil laut Indonesia serta dalam batas kurang dari 12 mil laut Kalimantan Timur. Apa pun klaim Malaysia sangat tidak masuk akal," tegas ahli hukum laut internasional Hasyim Djalal.

LEPAS dari persoalan domestik, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), anggaran pertahanan, atau soal suksesi petinggi TNI, meningkatnya ketegangan ini bersumber dari arogansi politik Malaysia. Negara tetangga ini sudah tahu bahwa Ambalat bukanlah wilayahnya, tetapi dalam pandangannya, republik ini sudah sangat terpuruk, lemah, pejabatnya korup, dan birokrasinya gampang disogok. Bangsa ini dinilai sudah terperosok ke dalam jurang "kemiskinan" mulai dari miskin ekonomi (banyak utang), miskin moral, nalar, etika, maupun hukum.

Akibat krisis multidimensi itu benih-benih perpecahan tumbuh karena masing-masing orang mencurigai sesamanya. Situasi ini justru telah melemahkan diri sendiri. Pandangan itu kian bertumbuh dengan beragam test case. Kelemahan mengelola dan melindungi TKI di Malaysia, keleluasaan pencuri-pencuri ikan dan sumber daya laut yang seakan didiamkan oleh pemerintah kita.

Pada kasus illegal logging, kayu-kayu hutan kita dibawa ke Malaysia, dilegalisasi oleh Pemerintah Malaysia lalu diekspor. Dengan kayu gelap dari Indonesia, Malaysia kini menjadi negara eksportir kayu ketiga terbesar dunia, padahal negeri itu tidak punya hutan produksi. Ironis memang, tetangga menjadi makmur karena kita tidak mampu menjaga hutan.
Malaysia dikenal sebagai sebagai negara pantai, coastal state, tetapi sekarang ini tiba-tiba menyebut sebagai negeri kepulauan. Ibaratnya orang kaya baru (OKB) berulah karena tetangganya dianggap lemah dan miskin. "Secara tidak langsung, ini politik Malaysia setelah mengobok-obok TKI," ujar Permadi, anggota DPR.

Negara ini tidak sejak semula mengawali keputusannya berkaitan dengan perbatasan itu dengan perundingan. Sebaliknya, Malaysia lebih dulu mengirimkan kapal perangnya berpatroli di kawasan itu. Ini bisa dibilang sebagai "diplomasi kapal perang", bukan sungguh beritikad sejak semula untuk menyelesaikan masalah murni dengan perundingan damai.

"Ambalat bukan saja sekadar perselisihan hukum, tetapi juga ekonomi dan politik. Secara ekonomi, di kawasan itu terdapat komoditas strategis, yakni migas. Sebagai contoh, Amerika Serikat tidak akan menginvasi Irak jika negara itu miskin. Kekayaan minyaknya merupakan faktor signifikan," ungkap Dimyati Hartono, ahli transportasi laut internasional.

Secara politik, Ambalat adalah persoalan batas wilayah. Kewilayahan merupakan salah satu faktor esensial untuk menentukan kedaulatan negara. Konflik abadi Palestina dan Israel, misalnya, adalah konflik menentukan batas wilayah yang berkait erat dengan kedaulatan negara. Sepatutnya persoalan Ambalat ini selain membangkitkan nasionalisme juga kesediaan untuk berkaca pada kelemahan sendiri.

KELEMAHAN bangsa ini adalah mis-management dalam penyelenggaraan negara. Kekisruhan dalam berbagai lini manajemen negara ini dimanfaatkan semua elemen untuk korupsi. Jadilah bangsa ini dinilai dan dikenal sebagai bangsa yang murah, korup, selalu bisa disuap. Semua masalah selesai asalkan pejabatnya disogok, meski tanah air tergadai.
Karena itu, kalau bangsa ini benar-benar mau berubah menjadi lebih baik, penindakan korupsi tidak bisa ditawar-tawar. Pemberantasan korupsi harus menjadi harga mati dan bukan wacana. Kemudian, sangat perlu digugat, mengapa setiap berganti pemerintahan, bangsa ini seakan membangun mulai dari awal lagi. Akhirnya, ketika negara-negara lain melaju, bangsa ini hanya jalan di tempat.

Pada masa Orde Baru, disusun GBHN yang tidak didasarkan pada kondisi obyektif negara, terutama konfigurasi teritorialnya. Kemudian membangun dengan orientasi tanah daratan, land based oriented, tidak berorientasi kepulauan. Kalau kita mengklaim diri sebagai negara agraris, wilayah negeri ini lebih luas merupakan lautan. Ingin mengembangkan industri sebagai basis pertumbuhan, infrastruktur kita jauh dari siap. Pola land based oriented membuat bangsa ini lebih inward looking, tidak meluaskan pandangan pada potensi untuk berkompetisi ke luar.
"Tanpa orientasi kepulauan, kita tidak punya ’national security belt’, yakni titik-titik kawasan strategis bagi mengamankan kewilayahan dan kedaulatan negara. Setiap titik itu bukan saja menjadi pos pertahanan, tetapi juga dikembangkan ekonomi dan sarana prasarana pendidikannya," tambah Dimyati.

Sebagai contoh, perbatasan darat Malaysia dan Indonesia di Kalimantan, pada wilayah Malaysia infrastrukturnya sangat terbangun baik, sedangkan di kawasan Indonesia sebaliknya. Padahal, infrastruktur itu bukan saja berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi legal maupun ilegal, tetapi juga memudahkan kontinuitas pengamanan. Dengan begitu, pada kawasan-kawasan titik ini dengan sendirinya akan terbangun sistem peringatan dini (early warning system).
Sebaliknya, Indonesia lebih banyak bersikap reaktif defensif, bertindak hanya jika merasa terancam. Selain tidak sepenuhnya efektif, hal ini juga tidak efisien karena akan lebih banyak menelan biaya. Tiba-tiba dilakukan operasi angkatan bersenjata untuk patroli pasti berbiaya lebih mahal.

Di sisi lain, orientasi kepulauan akan membuat kita membangun dengan pandangan integratif darat, laut, dan udara. Orientasi ini akan membuat kita lebih outward looking. Nyatanya, sekarang ini orang-orang luar bisa memanfaatkan kekayaan alam kita, bahkan secara ilegal. Sementara kita sendiri tidak mampu menjaga apalagi memanfaatkannya. Karena itu, secara mendasar, bangsa dan negara ini membutuhkan perubahan orientasi pembangunan, dari orientasi pada daratan ke kepulauan sesuai kondisi obyektif geografis negeri ini.
Sekarang negara ini tidak punya GBHN, digantikan dengan program lima tahunan yang diserahkan semata kepada presiden dan kabinetnya. Kemudian setiap presiden berganti, diterapkan program lima tahunan baru yang kerap tidak bersambungan dan saling mendukung. Akhirnya, jadi pertanyaan besar, mau dibawa ke mana sebenarnya negara ini?

MALAYSIA merupakan negara bekas British Empire yang tergabung dalam Commonwealth. Artinya, kemakmuran ekonomi Malaysia merupakan jaminan bagi kemakmuran bersama seluruh bekas Britis Empire yang tergabung dalam Commonwealth. "Kapitalis atau kepentingan migas anggota negara persemakmuran yang diwakili Shell terlihat dalam klaim Malaysia terhadap Ambalat," ungkap Sekretaris Wilayah Dewan Maritim, Juanda.

Pengamat intelijen ini memprediksi, Malaysia tidak mungkin melakukan sendiri. Ini perencanaan perang dan tekanan yang dimulai dengan perencanaan perang paradigma dengan usaha diplomatik dan intelijen untuk memojokkan Indonesia mulai dari isu KKN hingga isu terorisme. Konon, Ashari dan Nordin M Top dikirim ke Indonesia untuk melakukan teror dan dilindungi oleh jaringan intel Commonwealth dan Malaysia.

Perbudakan TKI boleh jadi merupakan bagian struktural Malaysia melakukan perang paradigma dalam persiapan Malaysia tahun 2020. Ini sekaligus merupakan skenario global dari kepentingan negara-negara Commonwealth. Mereka menganggap Indonesia tidak boleh kuat sebagai negara maritim karena Indonesia merupakan negara satu-satunya non-Anglo Saxon di Asia Tenggara yang memiliki potensi besar sebagai negara maritim.

Geoposisi Indonesia sangat penting untuk kepentingan ekonomi maritim. Saat ini ekonomi dunia memang sangat maritim. Sumber daya migas yang melimpah dan transportasi ke depannya akan mengandalkan laut.

Malaysia dan negara-negara Commonwealth memiliki skenario building untuk tahun 2020. Mereka berharap negara-negara yang akan menjadi pemimpin di tahun 2020 adalah Malaysia dan Singapura. Indonesia akan out of game karena kualitas kepemimpinannya tidak siap atau tidak disiapkan. Faktor terpenting memang pada kualitas pemimpin, bukan ideologi. Ideologi bisa diabaikan karena adanya faktor kepentingan ekonomi. Terbukti pada zaman Soeharto, Malaysia tidak pernah berani dengan Indonesia.

Kepemimpinan yang tidak tegas membuat negeri ini korup dan inilah citra yang membuat negeri ini lembek di mata dunia. Bangsa ini makin dilemahkan karena faktor kepemimpinan yang lembek. Situasi ini tidak akan berakhir jika Indonesia tidak menjadi bangsa yang kuat. Walaupun ada demokrasi, tetapi ini hanya ilusi politik saja. Demokrasi bukan berarti menghasilkan kepemimpinan dan bukan berarti menghasilkan pengendalian.
Republik ini juga lemah dalam politik perbatasan, baik perbatasan darat maupun perairan. Banyak warga Indonesia di perbatasan yang secara kultural lebih dekat dengan negara tetangga. Untuk mengatasi hal ini, perlu politik perbatasan tersendiri. Ini semua tergantung kepada pemimpinnya.

Apa yang akan didapatkan Malaysia jika Ambalat bisa dimenangkannya? Prestise internasional Malaysia akan melambung dan sebaliknya Indonesia akan terpuruk, dan mungkin bisa terpecah belah jika tidak siap mengantisipasinya. Apalagi pemimpin Indonesia mudah disuap dan korup.
Ambalat merupakan poin terpenting bagi Indonesia untuk menyelesaikan persoalan perbatasan sebagai negara kepulauan. "Kita dikepung oleh negara-negara Commonwealth yang sangat berkepentingan terhadap perbatasan dengan Indonesia. Filipina lebih berorientasi ke Amerika. Antara Amerika dan Inggris kerja sama untuk mengerjai kita," tambah Permadi.
Karena itu, Ambalat bukan masalah kecil. Ini masalah besar yang masuk agenda setting negara-negara global. Bangsa ini harus menyadarinya. Kesadaran itu menjadi efektif bila cukong illegal logging, pencuri pasir laut, penggelap BLBI, koruptor, dan perusak negara lainnya diburu hingga liang kubur. (AMR/DAY/DMU)

http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0503/12/fokus/1614837.htm
050312-Fokus Kompas: Kasus Ambalat - Sunday, April 10, 2005 -

Result Page: 

 
















































 


 

Search within results | Language Tools | Search Tips | Dissatisfied? Help us improve


Google Home - Blogger - Blogger Templates

© 2005 Kliping Media Masa